Rabu, 04 September 2013

Untuk Pembaca

Mungkin kadang kamu ngerasa, "ini tulisan kok nggak nyambungg sama judul ya"
atau "Ïni orang gaya menulisanya kok berbeda-beda ya"
atau bahkan "Äpa sih aku nggak ngerti!"

Well, this blog is about My Life. Looks like a colorfull lace, terkadang menjadi merah, pink, ungu, jingga yang kesemuanya menggambarkan warna mood kita. Dan kamu bebas memaknai apa yang sudah aku tulis.

Kritik, saran, komentar adalah hal yang terpenting ketika kita menghasilkan karya, ya maksudnya keryaku ya tulisan di blog ini, so write on my blog please!

Tinggalkan sepotong pitamu disini, tunjukkan padaku pita warna apa kamu hari ini ^^  

Happiness must be SIMPLE

Orang-orang sibuk mencari kebahagiaan
Sehingga tidak sadar mereka mempersulit diri mereka sendiri
Padahal kebagiaan itu sangat sederhana
Happiness must be simple


Senja menyelimuti hiruk pikuk ibu kota. Aku masih belum terbiasa dengan pertunjukan musik klakson setiap sore. Aku masih merasa asing berdiri di seberang gedung-gedung bertingkat tempat aku bekerja , menunggu kendaraan yang mengangkutku pulang, bahkan aku masih belum bisa membedakan bemo, mikrolet dan angkot, di kota asalku semua sebutan itu sama saja. Dan hingga detik ini, deretan kendaraan yang berjajar di jalanan masih membuatku mual.

Lima belas menit sudah aku menunggu dipinggir jalan dan akhirnya mikrolet muncul juga. Seharusnya perjalanan sampai rumah bisa ditempuh kurang dari lima belas menit, tapi sepertinya Si Komo tidak cuma lewat tapi mondar-mandir di jalanan. Ahh Jakarta, banyak sekali aku mengeluh tentangmu.

Tapi satu hal yang aku suka dari Jakarta, satu per satu dia memperkenalkan tokoh-tokoh baru bagi hidupku seperti dua anak kembar di depanku ini. Si Kakek sibuk menenangkan sang adik yang terus bergerak di angkutan umum, dan Sang Nenek Nampak kelelahan memangku kakak.

Udara malam itu makan panas, entah karena terlalu banyak orang diangkutan ini ataukah sugestiku saja yang mulai mual karena kemacetan ini. Bosan, sungguh membosankan, tapi dua anak kembar dan sepasang kakek-nenek ini menyita perhatianku hingga akhirnya kami sampai di pertigaan dan mereka akan turun. Diambilah sekantong plastik oleh Sang nenek dari dalam tasnya, dan rupanya kantong plastik itu adalah pengganti dompet. Dalam hati aku tertawa, rasanya ingin aku tertawa sekencang-kencangnya, menertawakan diriku sendiri. 

Minggu lalu aku sibuk mencari dompet. Tidak cukup aku mencarinya di satu toko, aku bahkan mengelilingi mall dan berpindah dari satu mall ke mall yang lain dan ketika aku sudah membeli dompet yang aku rasa pas hari ini aku dipertemukan nenek ini. Mengapa harus nenek ini, Mengapa harus hari ini, mengapa harus kantong plastik yang dia jadikan dompet, dan mengapa aku harus merasa tersindir.

Memalukan memang untuk diceritakan, tapi ibrah yang aku dapat terlalu mahal untuk aku simpan sendiri.





Kamis, 06 Juni 2013

Senyummu Ibu

Lelahmu pagi ini Ibu belum juga habis karena kerja tak habis habis. Senyummu mengembang tipis Ibu karena sesungguhnya hatimu menangis.

Dia telah pergi Ibu. Puluhan tahun kenangan bersama tak mampu membuatnya kembali. Yang pergi takkan pernah kembali. Seakan setengah nyawa ini hilang entah kemana.

Lihat mataku dalam Ibu. Aku mengerti dan aku berharap senyum itu kembali.

Teruntuk Ibunda Murobi Tercinta

Masih disini

Waktu berjalan lebih cepat dari kedipan mataku. Dan saat mata ini terbuka. Idealisme dan kesempurnaan hilang entah kemana. Yang ada hanya sebuah realita dan pikiran praktis.

Aku mencoba berhenti sejenak dititik ini. Mengingat ingat arti kesempurnaan. Mencoba memahami apa itu idealisme. Ternyata mereka tidak sirna. Mereka masih disini, tepat dihati dimana aku sudah memupuknya sejak lama. Ingat hal yang sudah lama dipupuk susah hilang.

Mereka masih disini, hanya saja sudut pandangku tak mengarah pada mereka.

Malam perlahan lenyap dan pagi nanti aku berjanji. Kan kubuka sudut pandangku lebar-lebar.