Rabu, 04 September 2013

Happiness must be SIMPLE

Orang-orang sibuk mencari kebahagiaan
Sehingga tidak sadar mereka mempersulit diri mereka sendiri
Padahal kebagiaan itu sangat sederhana
Happiness must be simple


Senja menyelimuti hiruk pikuk ibu kota. Aku masih belum terbiasa dengan pertunjukan musik klakson setiap sore. Aku masih merasa asing berdiri di seberang gedung-gedung bertingkat tempat aku bekerja , menunggu kendaraan yang mengangkutku pulang, bahkan aku masih belum bisa membedakan bemo, mikrolet dan angkot, di kota asalku semua sebutan itu sama saja. Dan hingga detik ini, deretan kendaraan yang berjajar di jalanan masih membuatku mual.

Lima belas menit sudah aku menunggu dipinggir jalan dan akhirnya mikrolet muncul juga. Seharusnya perjalanan sampai rumah bisa ditempuh kurang dari lima belas menit, tapi sepertinya Si Komo tidak cuma lewat tapi mondar-mandir di jalanan. Ahh Jakarta, banyak sekali aku mengeluh tentangmu.

Tapi satu hal yang aku suka dari Jakarta, satu per satu dia memperkenalkan tokoh-tokoh baru bagi hidupku seperti dua anak kembar di depanku ini. Si Kakek sibuk menenangkan sang adik yang terus bergerak di angkutan umum, dan Sang Nenek Nampak kelelahan memangku kakak.

Udara malam itu makan panas, entah karena terlalu banyak orang diangkutan ini ataukah sugestiku saja yang mulai mual karena kemacetan ini. Bosan, sungguh membosankan, tapi dua anak kembar dan sepasang kakek-nenek ini menyita perhatianku hingga akhirnya kami sampai di pertigaan dan mereka akan turun. Diambilah sekantong plastik oleh Sang nenek dari dalam tasnya, dan rupanya kantong plastik itu adalah pengganti dompet. Dalam hati aku tertawa, rasanya ingin aku tertawa sekencang-kencangnya, menertawakan diriku sendiri. 

Minggu lalu aku sibuk mencari dompet. Tidak cukup aku mencarinya di satu toko, aku bahkan mengelilingi mall dan berpindah dari satu mall ke mall yang lain dan ketika aku sudah membeli dompet yang aku rasa pas hari ini aku dipertemukan nenek ini. Mengapa harus nenek ini, Mengapa harus hari ini, mengapa harus kantong plastik yang dia jadikan dompet, dan mengapa aku harus merasa tersindir.

Memalukan memang untuk diceritakan, tapi ibrah yang aku dapat terlalu mahal untuk aku simpan sendiri.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar